Pemasaran Hijau adalah suatu cara pengiklanan yang mempromosikan
kepekaan lingkungan kepada calon pembeli. Pada tahun 1990-an, sejumlah
penelitian menyatakan bahwa bahwa pembeli lebih mneyukai produk berlabel
"ramah lingkungan" dari pada yang tidak berlabel demikian. Di Amerika
pada tahn1992, 62 persen penduduk yang di jajaki menyatakan bersedia
membayar dengan harga yang lebih tinggi agar industri lebih baik
melindungi lingkungan. Hal ini menyebabkan para pembuat barang konsumsi
maupun perancang kemasan berupaya meningkatkan citra mereka di mata
konsumen berkaitan dengn lingkungan hidup . Bebrapa produk menampilkan
"label hijau", label untuk menunjukkkan bahwa produk tersebut ramah
lingkungan. Diantaanya berbbunyi "ramah lingkngan", aman untk
lingkngan", "ramah ozon", "hasil daur ulang", "dapat di daur ulang", dan
"dapat di kompos".
Di sisi lain ada kerisauana penggunaan label
hijau. Dengan semaakin banyaknya produk mencantumkan label tersebut
hanya untuk menaruk simpati simpati konsumen, setalah di kaji ternyata
pernyataan tersebut adalah bohong. Hal ini justru dapat menyesatkan
konsumen. Setidaknya ada tiga hal yang biasa di lakukan untuk
mengkaitaan perusahaan mereka dengan lingkungan. Pertama, dengan
menonjolkan produkknya bagi lingkungan . Kedua, adalah mencitrakan
perusahaan peduli terhadap lingkungan dengan kegiatan-kegiatan pokok
perusaahaan tersebut, misalnya adalah iklan yang menunjukkan bagaimana
perusaahaan tersebut mendaur ulang kemasan produknya dan menyumbangkan
unga untuk program penanamana seribu pohon. Cara yang ketiga, adalah
peryataan perusahaan tentang tanggung jawab terhadap lingkungan dalam
proses produksi. Misalanya menonjolkan bagaimana mereka mereka telah
melakukan inovasi dalam mengurangi limbah yang di hasilkan dari prses
produksi. Namundemikian klaim yang di lakukan perusahaan tersebut perlu
dipantau lebih lanjut.
Penggunaan simbol "buanglah sampah pada tempatnya" yang umum pada kemasan produk di Indonesia dapat dikatakan efektif tapi tidak menyentuh esensi yang sesungguhnya terhadap pelestarian lingkungan namin ini cukup kita hargai, di tengan kesadaran baik peruasahan/industri maupun masyarakat terhadap lingkungan yang masih rendah. permasalahan sesungguhnya adalah besarnya prioduksi samapah baik oleh industri maupun rumah tangga, jadi tidak cukup dengan membuang sampah pada tempatnya. Perusahaan harus berinovasi sebisa mungkin menciptakan produk yang tidak menghasilkan sampah (terutama kemasan produk) dan di ikuti pula oleh rumah tangga. Untk itu dalam penggunaan lebl hijau haruslah menggunakan pernyataan sejelas mungkin adan menyertakan acuan pembenaranan. Misalnya pernyataan "ramah lingkungan" akan lebih di benarkan dengan ungkapan "lebih sedikit kemasan yang harus di buang".
Permasalahan lain yang timbul dalam penggunaan label hijau . Dengan di kecamnya penggunaan kaleng aerosol dalam penggunanan produk spray yang dianggap dapat merusak ozon , maka perusahan mengganti hidrofluorokarbon dengan methylkluoroform. Selanjutnya dengan mengganti itu mereka mencantumkan label produknya "ramah ozon". Namun selama produk itu mengandung bahan-bahan yang mengancam ozon yang lain , seperti methylkluoroform pernyataan ini bisa menyesatkan. Perlu di catat bahwa methiylkluoroform memang jauh daya krng daya perusakannya pada lapisan ozon di bandingkan dengan CFC (cluorofluorokarbon). Selain itu adapula perusahaan yang menghilangkan bahan yang merusak lingkungan namun menggantinya dengan bahan yang merusak lingkungan dengan cara yang lain . Mereka hanya merubah ranah masalahnya dan bukan menghapusnya. Dalam aerosol senyawa organik yang mudah menguap (SOMM) dui gunakan untuk mengganti CFC. ternyata menrut beberapa peneliti SOMM dapat membantu terbentuknya kabut campur asap berketinggian rendah yang dapat membahayakan bagi kenaikan suhu global.
Beberapa produk menggunakan istilah "Recycled" atau "hasil daur ulang" untuk menunjukkan prodknya ramah terhadap lingkngan . Namun kita tidak tahu berapa persen dari sutu produk atau kemasan yang terbuat dari bahan yang daur ulang, dan memang tidak ada aturan untuk mencantumkan atau standar yang di tentukan. Hampir semua barang dapat di daur ulang dengan berbagai upaya dan uang yang cukup. Tetap yang benar-benar dapat di daur ulang adalah apakah dari segi ekonomi layak untuk di daur ulang. Permasalahannya adalah apakah kita memiliki instalasi pendaur ulang yang memadahi. Disini semua produk atau limbah produk baik yang dapat di daur ulang maupaun yang tidak dapat di daur ulang, berakhir sbagai samapah tanah uruk atau di bakar.
Memang benar bahwa pemasaran hijau dapat memutarbalikkan, menyesatkan, dan meremehkan permasalahan lingkungan. tetapi ada segi penting yang sangat sering di abaikan , yakni bahawa pemasaran hijau merupakan pertanda yang sangat baik. Para produsen dan pemasang iklan mengembangkan produk yang mereka upayakan untuk memenuhi keinginan masyarakat yang pedulia akan lingkungan. Semakain sering terjadinya pemasaran hijau merupakan tolak ukur kepedulian masyarakat.
Penggunaan simbol "buanglah sampah pada tempatnya" yang umum pada kemasan produk di Indonesia dapat dikatakan efektif tapi tidak menyentuh esensi yang sesungguhnya terhadap pelestarian lingkungan namin ini cukup kita hargai, di tengan kesadaran baik peruasahan/industri maupun masyarakat terhadap lingkungan yang masih rendah. permasalahan sesungguhnya adalah besarnya prioduksi samapah baik oleh industri maupun rumah tangga, jadi tidak cukup dengan membuang sampah pada tempatnya. Perusahaan harus berinovasi sebisa mungkin menciptakan produk yang tidak menghasilkan sampah (terutama kemasan produk) dan di ikuti pula oleh rumah tangga. Untk itu dalam penggunaan lebl hijau haruslah menggunakan pernyataan sejelas mungkin adan menyertakan acuan pembenaranan. Misalnya pernyataan "ramah lingkungan" akan lebih di benarkan dengan ungkapan "lebih sedikit kemasan yang harus di buang".
Permasalahan lain yang timbul dalam penggunaan label hijau . Dengan di kecamnya penggunaan kaleng aerosol dalam penggunanan produk spray yang dianggap dapat merusak ozon , maka perusahan mengganti hidrofluorokarbon dengan methylkluoroform. Selanjutnya dengan mengganti itu mereka mencantumkan label produknya "ramah ozon". Namun selama produk itu mengandung bahan-bahan yang mengancam ozon yang lain , seperti methylkluoroform pernyataan ini bisa menyesatkan. Perlu di catat bahwa methiylkluoroform memang jauh daya krng daya perusakannya pada lapisan ozon di bandingkan dengan CFC (cluorofluorokarbon). Selain itu adapula perusahaan yang menghilangkan bahan yang merusak lingkungan namun menggantinya dengan bahan yang merusak lingkungan dengan cara yang lain . Mereka hanya merubah ranah masalahnya dan bukan menghapusnya. Dalam aerosol senyawa organik yang mudah menguap (SOMM) dui gunakan untuk mengganti CFC. ternyata menrut beberapa peneliti SOMM dapat membantu terbentuknya kabut campur asap berketinggian rendah yang dapat membahayakan bagi kenaikan suhu global.
Beberapa produk menggunakan istilah "Recycled" atau "hasil daur ulang" untuk menunjukkan prodknya ramah terhadap lingkngan . Namun kita tidak tahu berapa persen dari sutu produk atau kemasan yang terbuat dari bahan yang daur ulang, dan memang tidak ada aturan untuk mencantumkan atau standar yang di tentukan. Hampir semua barang dapat di daur ulang dengan berbagai upaya dan uang yang cukup. Tetap yang benar-benar dapat di daur ulang adalah apakah dari segi ekonomi layak untuk di daur ulang. Permasalahannya adalah apakah kita memiliki instalasi pendaur ulang yang memadahi. Disini semua produk atau limbah produk baik yang dapat di daur ulang maupaun yang tidak dapat di daur ulang, berakhir sbagai samapah tanah uruk atau di bakar.
Memang benar bahwa pemasaran hijau dapat memutarbalikkan, menyesatkan, dan meremehkan permasalahan lingkungan. tetapi ada segi penting yang sangat sering di abaikan , yakni bahawa pemasaran hijau merupakan pertanda yang sangat baik. Para produsen dan pemasang iklan mengembangkan produk yang mereka upayakan untuk memenuhi keinginan masyarakat yang pedulia akan lingkungan. Semakain sering terjadinya pemasaran hijau merupakan tolak ukur kepedulian masyarakat.